BAB I
PENDAHULUAN
Program pembangunan kesehatan yang
telah dilaksanakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan
hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Target Pemerintah yang kini terus dikejar bangsa
Indonesia adalah Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu program dunia yang menjadi acuan untuk
mengukur tingkat kemajuan suatu negara yang memfokuskan diri pada upaya
peningkatan taraf kesehatan masyarakat
perlu dukungan dari berbagai pihak terkait.
Profil Kesehatan Puskesmas dibuat
dalam rangka sebagai sarana penyedia data dan informasi dalam rangka evaluasi
tahunan kegiatan – kegiatan dan pemantapan pencapaian program untuk mencapai Millenium Development Goals (MDG’s). Adapun Profil Puskesmas Sekaran mencakup tentang data penduduk dan keadaan
umum daerah, tenaga kesehatan, sarana kesehatan, sarana obat, sarana
lingkungan, serta pencapaian hasil upaya dibidang kesehatan.
Dengan berpedoman pada Buku Petunjuk
Teknis Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota dari Departemen
Kesehatan RI tahun 2013 diharapkan dapat
memberikan keseragaman dan
membantu dalam menganalisa
situasi kesehatan di Puskesmas Sekaran
secara menyeluruh dengan berbagai indikator terpilih.
Dengan adanya penyusunan profil kesehatan
di Puskesmas Seakaran diharapkan dapat
tersedianya data / informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai
kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen kesehatan secara
berhasil guna dan berdaya guna sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengambil
kebijakan dan keputusan.
Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran
diuraikan secara singkat sebagai berikut:
-
Bab I : Pendahuluan
-
Bab II : Gambaran Umum
-
Bab III : Situasi Derajat Kesehatan
-
Bab IV : Situasi Upaya Kesehatan
-
Bab V : Situasi Sumber Daya Kesehatan
-
Bab VI : Penutup
-
Lampiran tabel SPM dan
potret Kegiatan Pelayanan di UPT Puskesmas Sekaran.
BAB
II
GAMBARAN UMUM WILAYAH UPT PUSKESMAS SEKARAN
A. KEADAAN PENDUDUK
Sesuai
dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2011, jumlah penduduk kecamatan Sekaran pada tahun 2013 yaitu : 34.098 jiwa,
dengan tingkat kepadatan 0,65 jiwa per km2
dan angka pertumbuhan penduduk sebesar 1,26 %. Puskesmas yang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa Moro, yaitu sebesar 1,89 jiwa per km2 dan Desa dengan kepadatan penduduk terendah
adalah Desa Besur,
yaitu 0,28
jiwa per km2.
Komposisi
penduduk Kecamatan Sekaran menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk
yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 14,75
%, yang berusia produktif (15-64 tahun) sebesar 69,44 %, dan yang berusia tua
(> 65 tahun) sebesar 7,95
%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Kecamatan
Sekaran pada tahun 2013 sebesar 44,00, dengan kisaran antara 44,24 di Desa Kebalankulon dan 43,56 di Desa Moro.
Jumlah
penduduk laki-laki relatif seimbang dibandingkan penduduk perempuan, yaitu
masing-masing sebesar 16.531 jiwa penduduk laki-laki dan 17.567 jiwa penduduk perempuan (rasio penduduk menurut jenis kelamin
sebesar 94,10 % ). Rasio
penduduk menurut jenis kelamin yang tertinggi di Desa Kembangan yaitu sebesar 113,93 sedangkan yang terendah di Desa Keting yaitu
sebesar 78,53.
Komposisi
penduduk Kecamatan Sekaran dirinci menurut kelompok umur dan jenis kelamin,
menunjukkan penduduk laki-laki maupun perempuan proporsi terbesar berada pada
kelompok umur 15 – 19 tahun dan umur 10 – 14 tahun. Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat dari gambar
berikut.
GAMBAR .1
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2013
B. KEADAAN PENDIDIKAN
Kemampuan
baca-tulis penduduk tercermin dari Angka Melek Huruf, yaitu persentase penduduk
umur 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf
lainnya. Persentase penduduk yang dapat membaca huruf latin pada tahun 2013 sebesar 90,67 %.
Pada
tahun 2013, persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang
tidak/belum pernah bersekolah sebesar 5.596. Sedangkan yang tidak/belum tamat SD/MI
sebesar 7.312 orang, Tamat SD/MI, sebesar 7.040
orang, tamat SLTP/MTs, sebesar 7.477 orang, tamat SMU/SMK sebesar 5.513
orang, tamat Akademi/Universitas. Selebihnya, sebesar 1.078
orang.
Secara
umum Angka Partisipasi Sekolah (APS) perempuan lebih besar dibanding APS
laki-laki pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Sementara pada
kelompok umur 16-18 tahun, APS laki-laki lebih tinggi dibanding APS perempuan.
Sedangkan dari segi tempat tinggal, Hal ini terjadi untuk semua kelompok umur,
baik pada laki-laki maupun pada perempuan.
Di
Wilayah Puskesmas Sekaran Dilihat dari segi jenis kelamin, ijazah/STTB yang
dimiliki oleh penduduk laki-laki ternyata masih lebih baik bila dibanding yang
dimiliki perempuan. Hal ini dapat dilihat dari persentase penduduk yang
mempunyai ijazah SMU/SMK atau lebih tinggi pada laki-laki sebesar 23,72% dan
pada perempuan sebesar 17,71%. Sementara bila dilihat dari segi tempat tinggal,
ijazah/STTB setingkat SMU/SMK atau lebih tinggi yang dimiliki penduduk yang
tinggal di perkotaan lebih tiga kali lipat daripada yang dimiliki oleh mereka
yang tinggal di perdesaan (33,89% berbanding 10,46%). Rincian persentase
penduduk 10 tahun ke atas menurut tipe daerah, jenis kelamin, dan status
pendidikan tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4 dan gambar 2 dibawah ini.
Gambar 1.2
PENDUDUK LAKI + PEREMPUAN 10 TAHUN KEATAS
YANG MELEK HURUF
C.
KEADAAN LINGKUNGAN
- Rumah Sehat
Rumah
sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah
yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,
sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah
tidak terbuat dari tanah.
Dari
kompilasi data yang dikumpulkan melalui Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran,
prosentase rumah sehat sebesar 60,02 % dari 15.164 ( 100 % ) rumah yang diperiksa. Atau
rumah sehat sebesar 9.870 dari
seluruh rumah yang ada 15.164. Sedangkan
target dari
MDG’s sebear 80,00 %.
Dari
data tersebut, rentang cakupan mulai 14,0217,90 ( Desa Jugo ) sampai cakupan tertinggi 77,27 ( Desa Siman )
Dapat dilihat di tabel 62
- Tempat-Tempat Umum
Tempat-Tempat
Umum ( TTU ) dan Tempat Umum Pengelolaan Makanan (TPUM) merupakan suatu sarana
yang dikunjungi banyak orang, dan berpotensi menjadi tempat penyebaran
penyakit.TUPM meliputi hotel, restoran, pasar dan lain-lain. Sedangkan TUPM
sehat adalah tempat umum dan tempat pengelolaan makanan dan minuman yang
memenuhi syarat kesehatan, yaitu memiliki sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, luas lantai ( luas
ruangan ) yang sesuai dengan banyaknya pengunjung dan memiliki pencahayaan
ruang yang memadai.
Data
yang diperoleh dari rekapitulasi laporan bulanan Desa menunjukkan bahwa jumlah
TTU yang ada sebanyak 244 buah, yang diperiksa 208 ( 85,24 % ). Dari TTU yang
diperiksa yang masuk katagori TTU sehat sebanyak 208 buah ( 100 % ) (
Tabel 68 )
Untuk
TUPM yang ada sebanyak 10 buah sedang
yang diperiksa sebanyak 10 (100 % ) TUPM dan yang sehat 10 (100 % ) dari TUPM yang diperiksa. Dari 3
jenis TUPM diluar TUPM lainnya ( hotel, restoran / rumah makan dan pasar )
berturut-turut, jumlah hotel yang diperiksa 0 buah, restoran/ rumah makan 0
buah sedang pasar 6 buah dan yang sehat 6 ( 100 % ) (table 67 )
- Akses Terhadap Air Minum
Sumber
air minum yang digunakan rumah tangga dibedakan menurut air kemasan, air isi
ulang, ledeng meteran, ledeng eceran, pompa sumur terlindung, mata air tidak
terlindung, air sungai, air hujan dan lainnya. Dari jumlah keluarga yang ada
sebanyak 10.809 yang diperiksa sebanyak 10.759 sedangkan yang dapat mengakses
air bersih sebanyak 10.759 Keluarga dengan rincaian berturut-turut yang
terbanyak menggunakan ledeng meteran 2.422 diikuti air isi ulang 293 sisanya
adalah SPT air kemasan, lain-lain 977 . (Tabel 65)
- Kepemilikan Sarana Sanitasi
Dasar
Kepemilikan
sarana sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi persediaan air
bersih ( PAB ), jamban, tempat sampah dan pengelolaan air limbah. Dari 15.164 KK yang ada, tidak semuanya
bisa diperiksa karena keterbatasan sumber daya yang ada. Selain itu, jumlah KK
yang diperiksa berbeda untuk setiap jenis pemeriksaan : PAB, jamban, tempat
sampah atau PAL. Semestinya, pemeriksaan dilakukan satu kali untuk semua jenis
sarana sanitasi dasar.
Untuk
PAB, jumlah KK yang diperiksa sebesar 15.164 buah dan KK yang memiliki sebanyak 15.164 ( 100 % ) buah. Untuk
jamban, jumlah KK diperiksa sebanyak 15.164 dan yang
memiliki sebanyak 15.164 (
100 % ). Untuk tempat sampah, jumlah KK yang diperiksa sebanyak 0 dan yang
memiliki sebanyak ( 0% ), sedangkan untuk PAL, jumlah KK yang diperiksa
sebanyak 15.164 dan
yang memiliki PAL sebanyak 15.164
( 100 % )
D.
KEADAAN PERILAKU
MASYARAKAT
Untuk menggambarkan keadaan perilaku
masyarakat yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat, disajikan dalam
beberapa indikator yaitu persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan
menurut cara pengobatan, persentase penduduk yang berobat jalan menurut tempat
berobat, persentase anak 2-4 tahun yang pernah disusui, kebiasaan merokok,
persentase penduduk yang melakukan aktivitas fisik, dan kebiasaan mengkonsumsi
jenis makanan sehat. Sedangkan indikator komposit rumah tangga sehat terdiri
dari 10 indikator yaitu pertolongan persalinan oleh nakes, balita diberi ASI
eksklusif, mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan, tidak merokok, melakukan
akitfitas setiap hari, makan sayur dan
buah setiap hari, tersedianya akses terhadap air bersih, tersedianya jamban,
kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni dan lantai rumah bukan dari
tanah.
1.
Rumah Tangga Sehat
Dari tabel SPM menunjukkan bahwa
terdapat rumah tangga sehat sebanyak 889 ( 43,49
% ) dari yang diperiksa 2.044. Jika dibandingkan dengan target MDG’s sebesar 80,00 %,
masih cukup besar kesenjangannya ( 39,53
%). Dari data tersebut tidak ada Desa yang cakupannya melebihi target, dengan
rentang cakupan terendah 30,77 % ( Desa Jugo ) dan yang cakupannya tertinggi 58,33 ( Desa Sungegeneng ), perlu upaya
program terkait untuk meningkatkan
persentase rumah tangga sehat (tabel 62)
Gambar 2 : Rumah Tangga Sehat di Puskesmas Sekaran
Tahun 2012
2.
ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) diyakini dan
bahkan terbukti memberi manfaat bagi bayi baik dari sisi / aspek gizi (
kolostrum yang mengandung imunoglobin A/IgA, whei-casein, decosahexanoic/DHA
dan arachidonic/AA dengan komposisi sesuai), aspek imunologik ( selain IgA,
terdapat laktoferin, lysosim dan 3 jenis leucosit yaitu brochus-associated
lymphocyte/BALT, Gut associated lymphocyte tissue/MALT serta faktor bifidus),
aspek psikologik ( interakasi dan kasih saying antara anak dan ibu ), aspek
kecerdasan, aspek neurologik ( aktifitas menyerap ASI bermanfaat pada
koordinasi syaraf bayi ), aspek ekonomik serta aspek penundaan kehamilan (
metode amemorea laktasi/MALT ). Selain aspek-aspek tersebut, dengan ASI juga
dapat melindungi bayi dari sindrom kematian bayi secara mendadak ( Sudden
infant death syndrome / SIDS ).
3.
Posyandu
Dalam rangka meningkatkan cakupan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat bebagai upaya dilakukan dengan
memanfatkan potensi dan sumberdaya yang ada di masyarakat. Posyandu merupakan
salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia ( UKBM ) yang paling
dikenal oleh masyarakat, posyandu menyelenggarakan minimal 5 program prioritas.
Posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata. Posyandu purnama yaitu posyandu dengan
cakupan 5 program atau lebih dengan melaksanakan kegiatan 8 kali atau lebih
pertahun. Untuk target posyandu
purnama dan mandiri (PURI) nasional adalah 100 %, sementara itu rata-rata pencapaian di Puskesmas Sekaran yang Posyandu Purnama 40 Posyandu ( 73,5 % ) dari
seluruh jumlah Posyandu 57 Posyandu sedangankan Madya 17 ( 26,5 % ) dari total
jumlah Posyandu.
Gambar
3 : Proporsi Posyandu Menurut Stratanya di Puskesmas Sekaran Tahun 2013
BAB III
SITUASI
DERAJAT KESEHATAN
MORTALITAS
Gambaran
perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Disamping itu
kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya.
Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survey dan
penelitian.
1.
Angka kematian Bayi (
AKB )
Data
kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei,
karena sebagian besar kematian terjadi dirumah, sedangkan data kematian pada
fasilitas pelayanan kesehatan hanya
memperlihatkan kasus rujukan. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia berasal
dari berbagai sumber yaitu sensus penduduk, Surkesnas/Susenas dan Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Dalam
beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar,
AKB menurut hasil Surkesnas/Susenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50
kematian per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2002 menjadi 45 per 1.000 kelahiran
hidup. Untuk Propinsi Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) pada tahun 2004
sebesar 39 per 1.000 kelahiran hidup dan di Kabupaten Lamongan pada tahun 2005
sebesar 9 per 1.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2013 ini di wilayah Puskesmas Sekaran jumlah kematian bayi
sebanyak 8 bayi, desa Bugel 1, desa Latek 1, desa Manyar 1, desa Sekaran 2.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi
tingkat AKB tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan.
Tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksebilitas dan pelayanan kesehatan
dari tenaga medis yang terampil, serta kesediaan masyarakat untuk merubah
kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat AKB. Menurut AKB
dalam beberapa waktu terakhir memberi gambaran adanya peningkatan dalam
kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat.
2.
Angka Kematian Balita
(AKABA)
AKABA berdasarkan
estimasi SUPAS 1995 menunjukkan penurunan dari 64,28 per 1.000 kelahiran hidup
pada tahun 1998 menjadi 44,71 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Selain
itu, tingkat kematian anak balita laki-laki lebih besar daripada tingkat
kematian anak balita perempuan.
Berdasarkan estimasi Susenas, AKABA di Indonesia
yang pada tahun 1995 sebesar 73 per 1.000 kelahiran hidup, turun menjadi 64 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 1998. Ternyata pada tahun 2001 AKABA tersebut tidak mengalami
perubahan yaitu tetap 64 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini diperkirakan karena
menurunnya akses terhadap pelayanan kesehatan, salah satunya sebagai akibat
dari krisis ekonomi. Hasil SDKI menyatakan bahwa AKABA pada tahun 2002-2003
telah turun menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2003 provinsi
dengan AKABA terendah adalah Bali (19 per 1.000 kelahiran hidup), DI Yogyakarta
(23 per 1.000 kelahiran hidup), dan Sulawesi Utara (33 per 1.000 kelahiran
hidup). Sedangkan AKABA tertinggi di Nusa Tenggara Barat (103 per 1.000
kelahiran hidup), Gorontalo (97 per 1.000 kelahiran hidup), dan Sulawesi
Tenggara (92 per 1.000 kelahiran hidup)
3.
Angka Kematian Ibu
Maternal ( AKI )
Angka
Kematian Ibu (AKI) diperoleh berbagai survey yang dilakukan secara khusus.
Dengan dilaksanakannya Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), maka cakupan wilayah penelitian AKI
menjadi lebih luas dibanding survey sebelumnya.
Untuk
melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten digunakan data hasil
SKRT, AKI menurun 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian
menurun lagi menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada
tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup diperoleh dari
hasil SDKI, walaupun cenderung untuk terus menurun, namun bila dibandingkan
dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar
125 per 100.000 kelahiran hidup, maka apabila penurunannya masih seperti
tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan target tersebut dimasa mendatang sulit
tercapai. Propinsi Jawa Timur Angka Kematian Ibu maternal (AKI) sebesar 334 per
100.000 kelahiran hidup, masih cukup tinggi dibandingkan
dengan AKI secara nasional maupun dengan target yang akan dicapai pada tahun
2013.Di
Kabupaten Lamongan angka kematian ibu sebesar 92 per 100.000, sedangkan di
Wilayan Puskesmas Sekaran angka kematian Ibu 2 orang yaitu desa Siman dan
Desa Kembangan, angka di Kabupaten Lamongan tersebut masih dibawah nasional maupun Jawa Timur.
4.
Angka Kematian Kasar (
AKK )
Estimasi AKK berdasarkan hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995 menunjukkan AKK sebesar 7,7 per 1.000
penduduk pada tahun 1995, turun menjadi 7,6 per 1.000 penduduk pada tahun 1996
dan tidak berubah sampai dengan tahun 1998. Kemudian pada tahun 1999 AKK turun menjadi 7,5 per
1.000 penduduk dan turun lagi menjadi 7,4 per 1.000 penduduk pada tahun 2000.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan angka kematian kasar dalam kurun waktu
tahun 1995 – 2000 relatif stabil dengan penurunan yang sangat kecil. Sedangkan
angka kematian kasar menurut provinsi sangat bervariasi dengan rentangan angka
terendah sebesar 4,26 per 1.000 penduduk di Provinsi Riau dan tertinggi sebesar
9,43 di Provinsi DI Yogyakarta.
5.
Umur Harapan Hidup ( UHH
)
Penurunan
Angka Kematian Bayi sangat berpengaruh pada kenaikan umur harapan Hidup (UHH)
waktu lahir. Angka Kematian Bayi sangat peka terhadap perubahan dengan
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perbaikan derajat kesehatan
tercermin pada penurunan AKB dan kenaikan Umur Harapan Hidup (UHH) pada waktu
lahir, meningkatnya umur harapan hidup secara tidak langsung juga memberi
gambaran tentang adanya peningkatan kualitas hidup dan derajat kesehatan
masyarakat.
Estimasi
umur harapan hidup sebesar 52,41 pada tahun 1980 (SP1980), meningkat menjadi
63,48 pada tahun 1995 (SUPAS 1995) dan diperkirakan menjadi 66,20 pada tahun
2002 (SDKI 2002-2003). Umur Harapan Hidup waktu lahir Propinsi Jawa Timur pada
tahun 2004 sebesar 67,20 tahun, sedikit lebih tinggi dari hasil SDKI tahun 1992.
MORBIDITAS
Angka Kesakitan penduduk didapat dari data yang
berasal dari masyarakat (community based data) yang dapat diperoleh dengan melalui studi morbiditas dan
hasil pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan maupun dari sarana pelayanan kesehatan
(facility based data ) yang diperoleh melalui system pencatatan dan pelaporan.
1.
Penyakit
Menular
Penyakit menular yang disajikan data profil kesehatan antara lain penyakit malaria, TB
Paru, HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasdan Akut (ISPA)
a. Penyakit Malaria
Penyakit
malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia, perkembangan penyakit
malaria dipantau melalui annual parasite incidence (API), dari hasil laporan
dan pengamatan di lapangan tidak ditemukan penderita.
b. Penyakit TB Paru
Menurut
hasil Surkesnas 2001, TB Paru menempati urutan ke 3 penyebab kematian umum (9,4
%), selain menyerang paru, Tuberculosis dapat menyerang organ lain (extra
pulmonary). Dari data SPM berhasil dikumpulkan di Wilayah Puskesmas Sekaran menunjukkan kasus BTA (+) pada tahun 2013 sebanyak 30 orang, diobati 30 orang dan yang sembuh 30 orang (100 %).
Gambar .4
JUMLAH PENDERITA TB PARU
c. Penyakit HIV/AIDS
Perkembangan
penyakit HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan
dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya mobilitas penduduk antar
wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia.,
meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman dan meningkatnya penyalahgunaan
NAPZA melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat resiko
penyebaran HIV/AIDS.
Saat
ini Indonesia
telah digolongkan sebagai Negara dengan tingkat epidemu yang terkonsentrasi,
yaitu adanya prevalensi lebih dari 5 % pada sub populasi tertentu, missal pada
kelompok pekerja sexual komersial dan penyalahgunaan NAPZA. Tingkat epidemic
ini menunjukkan tingkat perilaku beresiko yang cukup aktif menularkan di dalam
suatu sub populasi tertentu.
Jumlah
penderita HIV/AIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es, yaitu jumlah
penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil dari pada jumlah yang sebenarnya.
Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya
belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan jumlah orang dengan HIV di Indoensia
pad akhir tahun 2003 mencapai 90.000 – 130.000 orang. Sementara profil
kesehatan Indonesia 2003 (Depkes
RI, 2005) melaporkan jumlah
kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2003
sebanyak 4.091 kasus.
Sesuai
dengan sensus tahun 2000 kumulatif kasus
AIDS per 100.000 penduduk secara nasional sebesar 0,68. Cara penularan AIDS
yang terbesar adalah melalui hubungan hetero seksual, yaitu 50,62 % dan melalui
suntikan, yang ada kaitannya dengan penyalahgunaan NAPZA yaitu sebesar 26,26 % ,
serta melalui hubungan homoseksual, yaitu sebesar 9,34 %.
Upaya yang
dilakukan dalam rangka pemberantasan penyakit HIV/AIDS disamping ditujukan pada
pananganan penderita yang ditemukan diarahkan pada upaya pencegahan yang
dilakukan melalui skrening HIV/AIDS
terhadap darah donor dan upaya pemantauan pengobatan penderita penyakit menular
seksual.
Di Wilayah
Puskesmas Kecamatan Sekaran jumlah kasus HIV yang terlaporkan sebanyak 03 kasus, jumlah kasus AIDS yang meninggal
sebanyak 03
dengan kasus yang ditangani sebanyak 03 kasus ( 100 %). Jumlah darah donor yang ada sebesar
0, sedangkan jumlah darah donor yang diperiksa sebanyak 0 dengan jumlah reaktif
HIV sebesar 0 ( 0 %).
d. Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ( ISPA )
ISPA masih merupakan penyakit utama penyabab kematian bayi dan balita di Indonesia.
Dari beberapa hasil kegiatan SKRT diketahui bahwa 80,00 sampai 90,00 % dari
seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pneumonia. Pneumonia merupakan penyabab
kematian pada balita dengan peringkat pertama hasil dari Surkesnas 2001. ISPA
sebagai penyebab utama kematian pada bayi dan balita diduga karena pneumonia
dan merupakan penyakit yang akut dan kualitas penatalaksanaannya masih belum
memadai.
Upaya dalam rangka pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut
lebih difokuskan pada upaya penemuan dini dan tatalaksana kasus yang cepat dan
tepat terhadap penderita pneumonia balita yang ditemukan.
e. Penyakit Kusta
Dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2001), angka prevalensi penyakit kusta
secara nasional telah turun dari 4,5 per 10.000 penduduk pada tahun 1991. Lalu,
turun menjadi 0,85 per 10.000 penduduk pada tahun 2001. Pada tahun 2002 prevalensi
sedikit meningkat menjadi 0,95 dan pada tahun 2003 kembali menurun menjadi 0,8
per 10.000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia 2003, Depkes RI).
Meskipun Indonesia
sudah mencapai eliminasi kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini
penyakit kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah
penderita kusta di Indonesia dan merupakan Negara urutan ketiga penderita
terbanyak di dunia. Penyakit kusta dapat mengakibatkan kecacatan pada
penderita. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma dikalangan
masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan
mantan penderita dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan
kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan.
Diketahui di Indonesia masih banyak menyimpan
kantong-kantong kusta yang kebanyakan berada di kawasan pantai utara Kabupaten
Lamongan, di Wilayah Puskesmas Sekaran terdapat penderita kusta type PB
sebanyak 3 orang dan yang telah selesai
menjalani pengobatan (RFT) 3 orang ( 100 %), sedangkan type MB sebanyak 7 orang
yang telah selesai menjalani pengobatan (RFT) 7 orang (50 %). (Tabel 19)
2.
Penyakit
Menular Yang dapat Dicegah Dengan Iminisasi ( PD3I )
PD3I merupakan penyakit yang diharapkan dapat
diberantas/ditekan denganpelaksanaan program imuniasasi, pada profil kesehatan
ini akan dibahas penyakit tetanus neonatorum, campak, difteri, pertusis dan
hepatitis B.
a. Tetanus Neonatorum
Jumlah kasus tetanus neonatorum di Indonesia
pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (CFR) 56 % ( sumber :
Profil Kesehatan Indonesia 2003, Depkes
RI). Angka ini sedikit menurun dibandingkan
tahun sebelumnya, hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan, namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan
tetanus neonatorum tidak mudah, yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu
pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imuniasasi TYT pada ibu
hamil.
b. Campak
Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan kejadian luar
biasa. Sepanjang tahun 2012 di Wilayah
Puskesmas Sekaran tidak ada KLB campak.
c. Difteri
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relative rendah,
rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi, KLB
difteri masih terjadi.
Jumlah kasus penyakit difteri di Puskesmas Sekaran tahun 2013 sebesar 0 kasus ( 0 %).
d. Pertusis
Jumlah kasus pertusis di Puskesmas Sekaran pada tahun 2013 adalah 0.
e. Hepatitis B
Jumlah kasus Hepatitis pada tahun 2013 sebanyak 0 kasus
3.
Penyakit
Potensi KLB / Wabah
a. Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh
wilayah. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan angka
kematian relative tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada awalnya pola epidemic terjadi setiap lima
tahunan, namun dalam kurun waktu lima
belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2-5 tahunan,
sedangkan angka kematian cenderung menurun.
Upaya pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi
masyarakat untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk
(gerakan 3 M), pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD
dan penanganannya di rumah tangga.
b.
Filariasis
Kasus penyakit Filariasis di Puskesmas Maduran pada
tahun 2013 sebanyak 0 kasus,
yang ditangani 0 kasus (0 %).
4. Penyakit Tidak Menular
Semakin
meningkatnya arus globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan
industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan,
berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan
tersebut tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular
seperti Penyakit Jantung, Tumor, Diabetes, Hipertensi, Gagal Ginjal, dan
sebagainya.
a. Sakit Persendian / Rematik.
Sakit
persendian/rematik adalah penyakit radang kronis yang menyerang persendian dan
mengganggu fungsi persendian. Berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan 11 %
penduduk berumur 15 tahun keatas atau lebih pernah mengalami penyakit
persendian.
b. Dibetus
Melitus.
Di Puskesmas
Sekaran penderita Diabetes Melitus dari kunjungan rawat jalan cukup banyak termasuk
10 besar penyakit sekecamatan.
5.
Penyalahgunaan NAPZA/Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya)
Ditinjau
dari jenisnya, ketergantungan NAPZA merupakan penyakit mental dan perilaku,
yang dapat berdampak pada kondisi kejiwaan yang bersangkutan dan masalah
lingkungan sosial. Walaupun tidak ada data yang pasti mengenai jumlah kasus
penyalahguna NAPZA,
namun
diperkirakan dalam beberapa tahun terakhir ini jumlah kasus penyalahguna NAPZA
cenderung semakin meningkat, bahkan jumlah yang sebenarnya ada di masyarakat
diperkirakan jauh lebih besar daripada kasus yang dilaporkan, seperti fenomena
“gunung es”.
Faktor
penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks yang diakibatkan interaksi antara
faktor-faktor yang terkait dengan individu, lingkungan dan tersedianya zat
(NAPZA). Tidak ada penyebab tunggal (single
cause) yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA.
Kegiatan
untuk mencegah penyalah gunaan NAPSA pada tahun 2013 di
Puskesmas Sekaran dilakukan penyuluhan dengan sasaran tokoh masyarakat, tokoh
agama, pendidik, LSM, murid sekolah, sebanyak 10 kali.
C. STATUS
GIZI
Status gizi masyarakat dapat diukur
melalui beberapa indikator, antara lain bayi dengan berat badan lahir rendah
(BBLR), status gizi balita, status gizi wanita usia subur kurang energi kronis
(KEK).
1. Bayi Dengan Berat Badan
lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu
faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR
dibedakan dalam 2 katagori yaitu BBLR karena premature atau BBLR karena
intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan
tetapi berat badannya kurang. Di Negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR
karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular
seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat kehamilan. Sementara itu jumlah
BBLR di Kecamatan Sekaran sebanyak 11 bayi
(0,72 %) dari 655 bayi lahir hidup. Bayi dengan BBLR yang ditangani sebesar 11
bayi (100 %) dari jumlah bayi yang BBLR.
2. Gizi Balita
Status gizi balita merupakan salah
satu indikator yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu
cara penilaian status gizi balita adalah pengukuran secara anthropometric yang
menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U).
3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik (KEK)
Salah satu cara untuk mengetahui status gizi
Wanita Usia Subur (WUS) umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA). Hasil pengukuran ini bisa digunakan sebagai salah
satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko
untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik (KEK) menggunakan
standar LILA <23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2003 diperoleh
gambaran risiko KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur.
4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
Salah satu masalah gizi yang perlu
mendapat perhatian adalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY). GAKY dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan
pertumbuhan fisik meliputi pembesaran kelanjar tiroid (gondok), bisu, tuli,
kretin (kredil), gangguan motorik,bisu, tuli dan mata juling. Pemberian kapsul
yodium dimaksudkan untuk mencegah lahirnya bayi kretin, karena itu sasaran
pemberian kapsul yodium adalah wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil dan
ibu nifas. Angka prevalensi gondok atau total goiter rate dihitung berdasarkan
seluruh stadium pembesaran kelenjar, baik yang teraba maupun yang terlihat. GAKY masih dianggap masalah
kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensinya diatas 5,00 %.
Jumlah
WUS di Kecamatan Sekaran 10.333 orang dengan WUS yang mendapatkan kapsul yodium
sebanyak 0 orang (0,0%). Sementara itu, desa/kelurahan yang dengan garam
beryodium pada tahun 2012 sebanyak 0 desa/kelurahan yang ada, sedangkan jumlah
desa / kelurahan endemis sebanyak 0 (0 %).
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
telah dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan. Berikut ini diuraikan
gambaran situasi upaya kesehatan khususnya pada tahun 2013.
A.
PELAYANAN
KESEHATAN DASAR
Upaya pelayanan kesehatan dasar
merupakan langkah awal yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan
tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat
diatasi.
Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan
oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Bayi
Seorang ibu mempunyai peran yang
sangat besar di dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak. Gangguan
kesehatan yang dialami ibu yang sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan
janin dalam kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
a. Pelayanan Antenatal ( K1
& K4 )
Pelayanan antenatal merupakan
pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional ( dokter spesialis kandungan
dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama masa
kehamilannya, yang mengikuti program pedoman pelayanan antenatal yang ada
dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan
antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau juga disebut akses
pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan K4 adalah
gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit
empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali
pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga. Angka ini dapat
dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
b. Pertolongan Persalinan
Oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan
Komplikasi dan kematian ibu maternal
dan bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal
ini disebabkan pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi kebidanan (professional).
Hasil pengumpulan data / indikator
kinerja SPM bidang kesehatan di Puskesmas Sekaran pada tahun 2013 menunjukkan bahwa
prosentase cakupan persalinan dengan perolongan oleh tenaga kesehatan sebesar (100
%)..
c. Ibu Hamil Resiko Tinggi
yang Dirujuk
Dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya oleh bidan di
desa dan puskesmas, beberapa ibu hamil di antaranya tergolong dalam kasus
resiko tinggi (risti), maka kasus tersebut memerlukan pelayanan kesehatan
rujukan ke unit kesehatan yang memadai.
Target Indonesia sehat 2010 untuk ibu
hamil resiko tinggi yang dirujuk sebesar 100 %, untuk mencapai target tersebut
Puskesmas Sekaran perlu untuk bekerja keras, mengingat masih banyak Desa yang
cakupanannya masih rendah. Rendahnya cakupan ini akan dapat berkontribusi pada
meningkatnya kematian ibu hamil.
d. Kunjungan Neonatus
Bayi hingga usia kurang dari satu
bulan merupakan golongan umur yang paling rentan atau memiliki resiko gangguan
kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi resiko
tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal 2 kali,
satu kali pada 0-7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari. Dalam melaksanakan
pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan pemeriksaan kesehatan
bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.
Dari gambar di atas masih menunjukkan
bahwa sampai dengan tahun 2012 ini alat
kontrasepsi yang paling banyak diminati adalah suntikan dan pil KB.
Data lengkap tentang
akseptor KB aktif tahun 2013 di Puskesmas Sekaran bisa dilihat pada Tabel 33.
Tempat pelayanan untuk peserta KB
baru adalah di klinik KB pemerintah (59,45%), bidan praktek swasta (30,77%),
dan klinik KB swasta (6,98%), serta selebihnya di dokter praktek swasta
(2,80%).
Jumlah KB Baru di Puskesmas Sekaran
tahun 2012 secara komulatif dan jumlah PUS. Bias dilihat di (Tabel 35 ).
2. Pelayanan Imunisasi
Pencapaian universal child
immunization pada dasarnya merupakan suatu gambaran terhadap cakupan sasaran
bayi yang telah mendapatkan imunisasi secara lengkap. Bila UCI dikaitkan dengan
batasan wilayah tertentu, berarti dalam wilayah tersebut dapat digambarkan
besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan PD3I.
Pada tahun 2013 dilaporkan Desa yang
telah mencapai desa/keluaran UCI sebesar 21 (100 %) dari 21 desa / kelurahan yang ada. Dari 21
Desa semua telah mencapai UCI 100 %.
(tabel 38).
Pelayanan imunisasi bayi mencakup vaksinasi BCG, DPT ( 3
kali ), Polio ( 4 kali ), Hepatyitis B ( 3 kali ) dan Campak ( 1 kali ), yang
dilakukan melalui pelayanan rutin di posyandu dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainya. Jumlah WUS bisa
dilihat di (Tabel 26)
Upaya meningkatkan kekebalan pada masyarakat juga dilakukan pada
kelompok-kelompok sasaran khusus lainnya, misalnya pemberian imunisasi DT dan
TT pada anak sekolah melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) atau
pelaksanaan Crash Program imunisasi
Campak pada anak Balita di lokasi pengungsian atau Catch Up Campaign imunisasi campak pada anak sekolah kelas 1 sampai
VI SD.
B. MANFAATAN OBAT GENERIK
Hasil pengumpulan data pelayanan penggunaan obat
generic, penulisan resep obat generic di Puskesmas menunjukkan bahwa data yang
berhasil dikumpulkan, jumlah resep yang dilaporkan sebesar 2.617. Dan penulisan
resep obat generic dilaporkan sebesar 2.617 ( 100 %).
Jadi di Puskesmas Sekaran untuk penggunaan obat
Generic sudah 100 % pengobatan memakai obat Generik.
C.
PEMBERANTASAN
PENYAKIT MENULAR
Upaya
pemberantasan penyakit menular lebih ditekankan pada pelaksanaan surveilans
epidemiologi dengan upaya penemuan penderita secara dini yang ditindaklanjuti
dengan penanganan secara cepat melalui pengobatan penderita. Di samping itu
pelayanan lain yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan pemberian
imunisasi, upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan
kualitas lingkungan serta peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya
pemberantasan penyakit menular yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan.
Uraian singkat berbagai upaya tersebut seperti berikut ini.
1. Penyelidikan Epidemiologi dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Upaya
penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
merupakan tindak lanjut dari penemuan dini kasus-kasus penyakit berpotensi
wabah yang terjadi pada masyarakat. Upaya penanggulangan yang dilakukan
dimaksudkan untuk mencegah penyebaran lebih luas dan mengurangi dampak negatif
yang dapat ditimbulkan.
Berdasarkan
hasil pengumpulan data/indikator kinerja SPM bidang kesehatan dari Desa selama
tahun 2013 jumlah desa/kelurahan yang melaporkan terkena KLB
dan yang mendapatkan penanganan kurang
dari 24 jam adalah 0.
2. Pemberantasan
Penyakit Polio
Upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit Polio telah dilakukan melalui gerakan imunisasi Polio. Upaya ini juga
ditindaklanjuti dengan kegiatan surveilans epidemiologi secara aktif terhadap
kasus-kasus Acute Flaccid Paralysis
(AFP) kelompok umur <15 tahun hingga dalam kurun waktu tertentu, untuk
mencari kemungkinan adanya virus Polio liar yang berkembang di masyarakat
dengan pemeriksaan spesimen tinja dari kasus AFP yang dijumpai. Berdasarkan
kegiatan surveilans AFP pada penduduk <15 tahun selama tahun 2012 di
Puskesmas Sekaran tidak ada kasus Polio sama sekali.
Setiap kasus AFP yang ditemukan dalam
kegiatan intensifikasi surveilans, akan dilakukan pemeriksaan spesimen tinja
untuk mengetahui ada tidaknya virus Polio Liar yang menyerang masyarakat.
Sementara
itu, cakupan imunisasi Polio-3 pada bayi di Puskesmas Sekaran pada tahun 2013 sebesar 92,30 %.
3. Pemberantasan TB-Paru
Upaya
Pencegahan dan pemberantasan TB-Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS (Directly Observe Treatment Shortcource)
atau pengobatan TB-Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO). Kegiatan ini meliputi upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak
di sarana pelayanan kesehatan yang ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.
Dari upaya penemuan penderita TB selama tahun 2013 ditemukan gambaran
kasus.
Dalam
penanganan program, semua penderita TB yang ditemukan ditindaklanjuti dengan
paket-paket pengobatan intensif. Melalui paket pengobatan yang diminum secara
teratur dan lengkap, diharapkan penderita akan dapat disembuhkan dari penyakit
TB yang dideritanya. Namun demikian dalam proses selanjutnya tidak tertutup
kemungkinan terjadinya kegagalan pengobatan akibat dari paket pengobatan yang
tidak terselesaikan atau drop out
(DO), terjadinya resistensi obat atau kegagalan dalam penegakan diagnosa di
akhir pengobatan. Tingkat kesembuhan dari penderita pasca pengobatan biasanya
sangat sulit ditegakkan oleh karena kendala dari penderita dalam mengeluarkan
dahak yang memenuhi persyaratan, sehingga dalam pemantauan hasil akhir lebih
diarahkan pada tingkat kelengkapan pengobatan atau succes rate (SR).
4. Pemberantasan Penyakit
ISPA
Upaya dalam rangka Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (P2 ISPA) lebih difokuskan pada upaya penemuan secara dini dan tata
laksana kasus yang cepat dan tepat terhadap penderita Pneumonia balita yang
ditemukan. Upaya ini dikembangkan melalui suatu manajemen terpadu dalam
penanganan balita sakit yang datang ke unit pelayanan kesehatan atau lebih
dikenal dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Dengan pendekatan MTBS
semua penderita ISPA langsung ditangani di unit yang menemukan, namun bila
kondisi balita sudah berada dalam Pneumonia berat sedangkan peralatan tidak
mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih
lengkap.
Dalam
kurun waktu beberapa tahun terakhir hasil penemuan dan pengobatan Pneumonia cakupan
penemuan penderita masih kurang dari target (perkiraan penderita) masih relatif
rendah.
5. Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS
dan PMS
Upaya
pelayanan kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit HIV/AIDS, di samping
ditujukan pada penanganan penderita yang ditemukan juga diarahkan pada upaya
pencegahan melalui penemuan penderita secara dini yang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling.
Upaya
penemuan penderita dilakukan melalui skrining HIV/AIDS terhadap darah donor,
pemantauan pada kelompok berisiko penderita Penyakit Menular Seksual (PMS)
seperti Wanita Penjaja Seks (WPS), penyalahguna obat dengan suntikan (IDUs),
atau sesekali dilakukan penelitian pada kelompok berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan sebagainya.
Hasil pelaksanaan surveilans HIV/AIDS selama tahun 2012 menunjukkan peningkatan
yang cukup bermakna
Walaupun jumlah penderita AIDS secara
kumulatif relatif kecil (Case Rate 1,33 per 100.000 penduduk),
namun dalam perjalanan penyakit dari HIV + menjadi AIDS dikenal istilah ”windows periods” yang tidak
diketahui dengan pasti periodisasinya sehingga kelompok ini menjadi sangat
potensial dalam menularkan penyakit. Pada kelompok ini disamping dilakukan
pengobatan yang lebih utama adalah dilakukan konseling untuk menumbuhkan rasa
tanggung jawab dalam ikut aktif mencegah terjadinya penularan lebih lanjut
Upaya pemantauan yang dilakukan pada
kelompok berisiko melalui kegiatan survei dan kegiatan rutin serta skrining
darah donor.
6. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD)
Upaya
pemberantasan DBD dititik beratkan pada penggerakan potensi masyarakat untuk
dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M+), Juru
Pemantauan Jentik (Jumantik) untuk memantau Angka Bebas Jentik (ABJ), serta
pengenalan gejala DBD dan penanganannya di rumah tangga.
Upaya
kesehatan yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan DBD selama tahun
2004 tersebut antara lain adalah penemuan penderita secara dini melalui sistem
surveilans, penegakan diagnosa secara cepat dan penanganan penderita secara tepat, serta gerakan pemantauan dan pengendalian
vektor melalui gerakan 3 M.
Dari
gambar di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2013 terlihat adanya persentase kasus DBD yang ditangani oleh
institusi pelayanan kesehatan (100 %). Rincian penemuan dan penanganan kasus DBD oleh institusi pelayanan kesehatan selama
tahun 2013 dapat
dilihat pada Tabel 23.
7. Pemberantasan
Penyakit Malaria
Penegakan
diagnosa penderita secara cepat dan pengobatan yang tepat merupakan salah satu
upaya penting dalam rangka pemberantasan penyakit Malaria di samping
pengendalian vektor potensial.
Terdapat dua model pendekatan dalam upaya penegakan diagnosa penderita,
yaitu wilayah Jawa Bali dilakukan secara
aktif (Active Case Detection) oleh
Juru Malaria Desa dengan mendatangi warga yang mengeluh gejala klinis Malaria,
sedangkan untuk wilayah luar Jawa Bali dilakukan secara pasif dengan menunggu
pasien datang berobat ke pelayanan kesehatan. Upaya pengobatan tidak hanya
diberikan kepada penderita klinis atau penderita dengan konfirmasi
laboratorium namun juga diberikan pada kelompok tertentu untuk tujuan profilaksis.
Diwilayah
Puskesmas Sekaran sepanjang tahun 2013 tidak ditemukan satupun
kasus malaria. Jadi untuk sementara bisa dikatakn aman dari penyakit malaria.
8. Pemberantasan Penyakit Kusta
Upaya pelayanan terhadap penderita penyakit Kusta antara lain adalah
melakukan penemuan penderita melalui berbagai survei anak sekolah, survei
kontak dan pemeriksaan intensif
penderita yang datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan atau kontak dengan
penderita penyakit Kusta.
Semua
penderita yang ditemukan langsung diberikan pengobatan paket MDT yang terdiri
atas Rifampicin, Lampren, dan DDS selama kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk
penderita yang ditemukan sudah dalam kondisi parah akan dilakukan rehabilitasi
melalui institusi pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas pelayanan lebih
lengkap.
9. Pemberantasan Penyakit Filaria
Upaya
kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit Filaria difokuskan pada kegiatan
penemuan penderita, pengobatan dan pengendalian vektor potensial di
wilayah-wilayah endemis. Upaya
penemuan penderita yang dilakukan disemua Desa diwilayah Kecamatan sekaran
telah dilaksanakan secara maksimal namun sejak beberapa tahun sampai dengan tahun 2013 ini tidak satupun kasus Filaria yang ditemukan.
D.
PEMBINAAN KESEHATAN
LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR
Untuk
memperkecil resiko terjadinya penyakit kusta atau gangguan kesehatan sebagai
akibat dari lingkungan yang kurang sehat, dilakukan berbagai upaya peningkatan
kualitas lingkungan, antara lain dengan pembinaan kesehatan lingkungan pada
institusi yang dilakukan secara berkala. Upaya yang dilakukan mencakup
pemantauan dan pemberian rekomendasi terhadap aspek penyediaan fasilitas
sanitasi dasar.
Hasil
kompilasi data menunjukan bahwa pada tahun 2013 dari institusi yang dilaporkan 244, yang dibina kesehatan lingkungannya
sebanyak 208 (85,25 %).
Dari
jumlah institusi tersebut diatas terdistribusi pada sarana kesehatan 23 dan
yang dibina 22 (95,7 %), sarana pendidikan 76 dan yang dibina 71 (93,4 %),
sarana ibadah 138 dan yang dibina 108 (78,3 %) dan institusi perkantoran 7 dan
yang dibina 7 (100 %).
1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan
Upaya pembinaan kesehatan lingkungan
diarahkan pada masyarakat dan institusi yang memiliki potensi mengancam
kesehatan masyarakat yang dilakukan secara berkala. Kegiatan pembinaan dimaksud
mencakup upaya pemantauan, penyuluhan dan pemberian rekomendasi terhadap aspek
penyediaan fasilitas sanitasi dasar (air bersih dan jamban), pengelolaan sampah,
sirkulasi udara, pencahayaan, dan lain-lain.
Hasil pengumpulan data/indikator
kinerja SPM bidang kesehatan dari 21 Desa pada tahun 2013 dalam kaitan pembinaan
kesehatan lingkungan pada institusi dapat dilihat pada Tabel terlampir.
Dari gambar
di atas terlihat bahwa jumlah institusi yang terdaftar dan dibina pada tahun
2012, cakupan institusi yang dibina mencapai 85,2 %.
2. Surveilans Vektor
Upaya surveilans
vektor dilakukan untuk mengendalikan vektor potensial dalam menularkan penyakit
antara lain nyamuk. Kegiatan yang dilakukan meliputi survei vektor untuk
mengetahui jenis potensial, bionomik serta strategi pengendaliannya.
3. Pengawasan Tempat-tempat Umum dan Tempat
Pengelolaan Makanan
Pengawasan
terhadap Tempat-Tempat Umum (TTU) dan Tempat Pengelolaan Makanan (TUPM)
dilakukan untuk meminimalkan faktor risiko sumber penularan bagi masyarakat
yang memanfaatkan TTU dan TUPM. Bentuk
kegiatan yang dilakukan antara lain meliputi pengawasan kualitas lingkungan TTU
dan TUPM secara berkala, bimbingan, penyuluhan dan saran perbaikan dalam
pengelolaan lingkungan yang sehat, hingga pemberian rekomendasi untuk penerbitan izin usaha.
Menurut hasil rekapitulasi Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran tahun 2013, dari 6 TUPM yang diperiksa sebanyak 6 (100 %) memenuhi syarat kesehatan.
Yang termasuk kategori sehat adalah 100 %.
E.
PERBAIKAN GIZI
MASYARAKAT
Upaya
perbaikan gizi masyarakat pada hakekatnya dimaksudkan untuk menangani
permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Beberapa permasalahan gizi sering dijumpai
pada kelompok masyarakat adalah kekurangan kalori protein, kekurangan vitamin
A, gangguan akibat kekurangan yodium dan anemia gizi besi.
1.
Pemantauan Pertumbuhan
Balita
Upaya
pemantauan terhadap pertumbuhan balita dilakukan melalui kegiatan penimbangan
di posyandu secara rutin setiap bulan. Hasil dari pengumpulan data di seluruh Desa bias dilihat pada Tabel 44
F. PELAYANAN KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
Upaya
pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna. Upaya tersebut
dimaksudkan untuk (1) menjamin ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan obat
generik dan obat esensial yang bermutu bagi masyarakat, (2) mempromosikan
penggunaan obat yang rasional dan obat generik, (3) meningkatkan kualitas
pelayanan kefarmasian di farmasi komunitas dan farmasi klinik serta pelayanan
kesehatan dasar, serta (4) melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan, mutu, dan keamanan.
1. Peningkatan Penggunaan Obat
Rasional
Upaya peningkatan penggunaan obat rasional, diarahkan kepada peningkatan
cakupan dan kualitas pelayanan pembinaan penggunaan obat yang rasional melalui
pelaksanaan advokasi secara lebih intensif agar terwujud dukungan masyarakat
yang kondusif serta terbangunnya kemitraan dengan unit pelayanan kesehatan
formal. Sampai dengan akhir tahun 2013, penggunaan obat rasional telah mencapai 100 %. Angka
tersebut telah mencapai target yang
harus dicapai adalah 100%. Walau begitu Berkaitan dengan hal tersebut masih perlu
terus diupayakan meningkatan obat esensial nasional di setiap fasilitas
kesehatan masyarakat dan melindungi masyarakat dari risiko pengobatan
irasional.
2. Penerapan
Penggunaan Obat Esensial Generik
Kegiatan ini dimaksudkan agar
terjaminnya ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat dalam pelayanan
kesehatan, yang pelaksanaannya mencakup pengadaan buffer stock obat generik esensial, revitalisasi pemasyarakatan
konsepsi obat esensial dan penerapan penggunaan obat esensial generik pada
fasilitas pelayanan pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2013. Ketersediaan obat esensial nasional sudah
mencapai 90%.
3. Pemberdayaan
Masyarakat dalam Penggunaan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Kegiatan ini dimaksudkan agar
masyarakat terlindungi dari penggunaan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga yang tidak memenuhi persyaratan, mutu dan keamanan, yang
dilaksanakan melalui antara lain monitoring sarana produksi dan distribusi alat
kesehatan dalam rangka Cara Pembuatan Alat Kesehatan (CPAK), sampling terhadap
alat kesehatan dan PKRT yang beredar di pasar dan dijumpai 4,2% dari yang
disampling tidak memenuhi syarat mutu.
G. PELAYANAN KESEHATAN DALAM
SITUASI BENCANA
Setiap
kejadian bencana yang melanda suatu kawasan selalu menimbulkan berbagai masalah
kehidupan masyarakat hingga menimbulkan banyak korban termasuk gangguan
kesehatan dan kematian.
Bencana
alam Tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 26
Desember 2004 yang lalu telah banyak menimbulkan korban meninggal, hilang dan
gangguan kesehatan serta memporakporandakan fasilitas umum dan sosial di
wilayah NAD dan Sumatera Utara. Banyaknya korban tenaga kesehatan dan
keluarganya yang meninggal dan hilang serta hancurnya fasilitas kesehatan telah
melumpuhkan fungsi pelayanan kesehatan pada masyarakat yang seharusnya menjadi
ujung tombak dalam memberikan pertolongan pada korban bencana.
Selain
tenaga kesehatan yang menjadi korban meninggal/hilang dan hancurnya tempat tinggal
mereka, diantara masyarakat umum terdapat keluarga dari tenaga kesehatan
sehingga secara fisik tenaga tersebut tidak bisa menjalankan kewajibannya
secara maksimal yang pada muaranya berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan.
Bagi
masyarakat yang selamat dari bencana, melakukan pengungsian di beberapa tempat
baik di rumah keluarga maupun di tempat-tempat pengungsian baik yang disediakan
oleh masyarakat atau atas inisiatif masyarakat sendiri.
Di samping itu juga dilaporkan
beberapa fasilitas pelayanan kesehatan yang hancur dan mengalami kerusakan
ringan hingga berat.
- Pembentukan Tempat Pelayanan
Kesehatan
Dalam
situasi bencana pada umumnya penduduk terkonsentrasi di kamp penampungan yang biasanya dalam kondisi darurat atau
kurang layak menjadi tempat tinggal bagi masyarakat.
Beberapa
saat setelah bencana terjadi jajaran kesehatan segera menata kembali
tempat-tempat pelayanan kesehatan dengan membentuk Pos Pelayanan Kesehatan di
tempat pengungsian, Rumah Sakit Lapangan dan
membentuk jaringan untuk rujukan pelayanan kesehatan lebih lanjut.
Tempat pelayanan kesehatan dimaksud dikelola tidak hanya oleh jajaran kesehatan
namun juga atas partisipasi dari lembaga swadaya Nasional dan Internasional,
Organisasi Profesi, Pemerintah Daerah, TNI, negara sahabat dan badan-badan
dunia lainnya. Dalam waktu singkat telah dibentuk beberapa
Pos Pelayanan Kesehatan di tempat pengungsian dan Rumah Sakit Lapangan.
2. Mobilisasi Tenaga Kesehatan
Dalam
upaya meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar, di samping menggerakkan
Brigade Bencana, Departemen Kesehatan juga melakukan mobilisasi tenaga
profesional melalui Organisasi Profesi, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Lembaga Pendidikan, TNI, negara sahabat dan badan dunia untuk bekerja di tempat
pelayanan kesehatan baik di pos-pos pengungsian atau Rumah Sakit
Lapangan.
Beberapa saat setelah bencana terjadi jajaran kesehatan
telah dapat memobilisasi tenaga medis (dokter umum, dokter spesialis, dokter
gigi), tenaga paramedis perawatan (perawat, bidan), paramedis non perawatan
(nutrisionis, sanitarian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga farmasi dan
lain-lain).
Di samping itu Departemen Kesehatan juga membentuk Tim
Lapangan yang diketuai oleh pejabat eselon I dengan anggota para eselon II dan
pelaksana lapangan eselon III dan IV, untuk membantu dalam penataan manajemen
Dinas Kesehatan Provinsi NAD dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Mobilisasi Peralatan dan Bahan Penunjang
Dalam mendukung pelayanan
kesehatan yang optimal jajaran kesehatan juga memobilisasi bantuan peralatan
dan bahan penunjang pelayanan kesehatan seperti peralatan medik, obat-obatan,
sarana transportasi dan peralatan pendukung lainya.
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Gambaran mengenai situasi
sumber daya kesehatan dikelompokan dalam sajian dan informasi mengenai sarana
kesehatan dan tenaga kesehatan.
A.
SARANA KESEHATAN
Pada
bab ini diuraikan mengenai sarana kesehatan di antaranya puskesmas Pembantu, Polindes
dan BP Swasta dan Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya
adalah posyandu, polindes, Pos Obat Desa (POD).
1.
Puskesmas Pembantu dan
Polindes.
Puskesmas
Pembantu di Kecamatan Sekaran pada tahun 2013 berjumlah 5 buah, Polindes berjumlah 16 buah. Secara konseptual,
puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat melayani sasaran
penduduk 42.183 penduduk. Dengan jumlah tersebut berarti 1 Desa rata-rata
melayani sebanyak 649 s/d 5683 jiwa.
2.
BP Swasta.
Indikator
yang digunakan untuk menilai perkembangan sarana BP Swasta antara lain dengan
melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah
sakit dan tempat tidurnya serta dengan rasio terhadap jumlah penduduk.
Jumlah
seluruh BP di Kecamatan Sekaran pada tahun 2013 sebanyak 2 buah
3. Sarana Produksi dan Distribusi
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Salah satu indikator penting untuk menggambarkan
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan adalah jumlah sarana produksi dan
distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
Data yang berhasil dikumpulkan tahun 2013 adalah
jumlah apotik di Kecamatan Sekaran sebanyak 1 buah, gudang farmasi 0, toko obat
0.
4.
Sarana Kesehatan Bersumber daya Masyarakat
Dalam
rangka menigkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya
dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat.
Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah posyandu,
polindes, Pos Obat Desa (POD).
Posyandu
merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling dikenal oleh masyarakat. Posyandu
menyelenggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penaggulangan diare. Untuk
memantau perkembangannya posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata, yaitu posyandu
pratama, posyandu madya, posyandu purnama dan posyandu mandiri.
Jumlah
posyandu di Kecamatan Sekaran menurut hasil kompilasi dari Profil Kesehatan
tahun 2013, bahwa jumlah seluruh posyandu
yang ada sebanyak 57 buah, dengan rincian posyandu pratama 0 buah (0 %), posyandu
madya 51 buah (89,47 %), posyandu purnama 6 buah (10,53 %), dan posyandu mandiri
0 buah (0 %).
Polindes
merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan
pelayanan kebidanan, melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan
palayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Pada tahun 2013 jumlah polindes di Kecamatan
Sekaran berjumlah 16 buah.
Pos
Obat Desa (POD) merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan
sederhana, terutama untuk penyakit yang sering terjadi pada masyarakat
setempat. Jumlah pos obat desa (POD) yang pada tahun 2012 sebanyak 0 buah.
B. TENAGA KESEHATAN
Sebagaimana diketahui bahwa
penyelenggaraan upaya kesehatan tidak hanya dilakukan pemerintah, tapi juga
diselenggarakan oleh swasta. Oleh karena itu gambaran situasi ketersediaan
tenaga kesehatan baik yang disektor pemerintah maupun swasta perlu diketahui.
Data ketenagaan ini diperoleh dari hasil pengumpulan data oleh Sub Bagian Program.
Data yang dapat dikumpulkan meliputi data jumlah dan jenis sumber daya manusia
kesehatan yang ada pada Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan BP Swasta pada tahun 2013.
Jumlah dan jenis sumder daya
kesehatan di Kecamatan Sekaran sebesar orang, di Puskesmas 28 orang, Pustu 8 orang,
Polindes 16 orang, dan BP swasta 15 orang, Proporsi SDM Kesehatan di Kecamatan
Sekaran dapat dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 14
JUMLAH TENAGA KESEHATAN YANG ADA DI PUSKESMAS,
PUSTU, POLINDES DAN BP SWASTA
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pembiayaan
kesehatan yang bersumber dari Pemerintah dan masyarakat. Anggaran Pemerintah
dari APBN, PHLN dan APBD. Total anggaran pada tahun 2013 sebesar Rp.90.880.000 ,-. Hal ini berarti, besar
biaya kesehatan per kapita per tahun untuk tahun 2013 penduduk di Kabupaten Lamongan sebesar
Rp. 2.665,-.
BAB VI
P E N U T U P Data dan informasi merupakan sumber daya yang
strategis bagi pimpinan dan organisasi dalam pelaksanaan manajemen, maka penyediaan
data dan informasi yang berkualitas sangat diperlukan sebagai masukan dalam
proses pengambilan keputusan. Dibidang kesehatan, data dan informsi ini
diperoleh melalui penyelenggaraan system informasi kesehatan. Salah satu luaran
utama dari penyelenggaraan system informasi kesehatan, sejak tahun 1998 telah
dikembangkan paket sajian data dan informasi oleh Pusat Data Kesehatan RI,
merupakan kumpulan informasi yang sangat penting, karena dibutuhkan baik oleh
jajaran kesehatan, lintas sector maupun masyarakat.
Namun sangat
disadari, system informasi kesehatan yang ada saat ini masih belum dapat
memenuhi kebutuhan data dan informasi kesehatan secara optimal, apalagi dalam
era desentralisasi pengumpulan data dan informasi dari Desa menjadi relative
lebih sulit. Hal ini berimplikasi pada kualitas data dan informasi yang
disajikan dalam Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran yang diterbitkan ini belum
sesuai dengan harapan. Walaupun demikian Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran
dapat memberikan gambaran secara garis besar dan menyeluruh tentang seberapa
jauh keadaan kesehatan masyarakat yang telah dicapai.
Walaupun
Profil Kesehatan Puskesmas Sekaran sering kali belum mendapatkan apresiasi yang
memadai, karena belum dapat menyajikan data dan informasi yang sesuai dengan
harapan, namun ini merupakan salah satu publikasi data dan informasi yang
meliputi data capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Indikator Indonesia
Sehat 2010 dan Target Pemerintah yang kini terus dikejar bangsa Indonesia
adalah Millenium Development Goals (MDG’s), yaitu program dunia yang menjadi acuan untuk
mengukur tingkat kemajuan suatu negara yang memfokuskan diri pada upaya
peningkatan taraf kesehatan masyarakat.
. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas Profil
Kesehatan Puskesmas Sekaran perlu dicari terobosan dalam mekanisme pengumpulan
data dan informasi secara cepat untuk mengisi kekosongan data agar dapat
tersedia data dan informasi khususnya yang bersumber dari Desa.
Wassalaam
Pe n
y u s u n
Tim Upt Puskesmas Sekaran